
-
Nurul Qariati
- 02 Apr 2022
MENJADI MAMPU
Perasaan apa si yang muncul saat kita YUDISIUM ?
Asik ? Lega ? Moment termanis ? Perayaan hasil juang yang panjang ?
Entahlah… ungkapan apa yang cocok menggambarkan para yudisiawan/i yang hadir disini.
Para yudisiawan/i mulai memasuki ruangan bersama keluarga, saling bersalaman dengan keluarga yang lain, bercengkrama, dan canda tawa mereka membanjiri seluruh ruangan. Ada yang merapikan jas, memasang dasi, ada yang bercermin sambil merapikan masker, berfoto bareng teman, dan ada juga yang masih berkeliling mencari tempat duduk.
Semua berbahagia…
Tatapan saya terhenti pada sosok cantik yang rupanya telah menatap sedari tadi. Dia sangat anggun dengan kebayanya. Tatapan yang khas, dan “ya”, saya sangat kenal dengan gadis itu. Terasa senyumannya dari balik masker dan lambaian tangannya seolah berkata : “Saya lulus bu!”. Saya pun balas lambaiannya sambil berjalan menuju tempat duduk.
Tak berselang lama acara dimulai dan MC membuka acara.
Saya terkelana dengan memory bersama gadis tadi.
Di setahun lalu, dia pernah datang mengetuk pintu ruangan saya, setelah masuk dia pun duduk dengan penuh keraguan, dia mulai membuka obrolan dan menyodorkan selembar Kartu Hasil Studi (KHS) setahun terakhir ini.
“Bu, saya harus apa ya bu supaya selesai studi ?” paparnya. “Saya harus apa bu, biar cepat ikut wisuda dan membahagiakan orangtua?” lanjutnya sambil menunduk setengah memohon.
Saya mulai melihat kelembar KHSnya. Ada nilai D dan ada beberapa mata kuliah dengan nilai E. “Masyaallah” bisik hati “rasanya belum pernah ada mahasiswi dengan nilai separah ini”. Saya refleks mengambil kertas kosong dan membagi mata kuliah dalam kolom semester ganjil dan kolom semester genap. Setelah selesai, kertas tadi saya sodorkan “seperti inilah gambaran perkuliahan yang masih harus pian (sampean) tempuh, masih 1 tahun kuliah” ujar saya.
Matanya teduh, sepertinya konsekuensi sisa masa kuliah ini sudah diprediksi. Tidak ada keluh kesah “yah, nanti kuliah bareng adik tingkat dong bu saya” seperti pada kasus-kasus lain.
Gadis ini datang dengan i’tikat baik, dia sosok yang siap mengejar ketertinggalan, dan rona kemantapannya pun saya tes!.
“Satu tahun itu jika kamu serius berubah loh! kalau kebiasaannya masih kayak kemaren, hasilnya sama, ga berubah” tutur saya sambil menunjuk ke lembar KHSnya.
Dia sangat percaya diri, ada kepuasan dalam senyumnya, sepuas senyumannya seperti hari ini.
Saya pun kembali melihat kearah dia, sepertinyaa.. mengucapkan “selamat” untuk pribadi tegar seperti sosok ini terlambat. Pantasnya ucapan selamat disampaikan di setahun lalu, saat dia berdiri menuju keluar dari ruangan, dengan membawa semangat besar, menjalani konsekuesi, dan membuang rasa ragu akan ketidakmampuan.